Aparat Keamanan Optimal Cegah Terorisme dan Radikalisme Jelang Pemilu 2024
Oleh: Arsenio Bagas Pamungkas )*
Isu keamanan menjadi hal yang cukup vital terutama jelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 nanti. Ancaman seperti Terorisme serta aksi Radikalisme bisa saja terjadi, sehingga aparat keamanan baik dari TNI, POLRI dan BIN harus tetap waspada terhadap pergerakan kelompok radikal yang hendak mengganggu terselenggaranya pemilu 2024.
Polri menyebutkan bahwa tindak pidana terorisme masih menjadi ancaman bagi jalannya Pemilu 2024 nanti. Ancaman tersebut masih memiliki kesamaan dengan pemilu yang diselenggarakan pada 2019 lalu. Oleh karena itu, Densus 88 Antiteror Polri masih terus melakukan upaya preventive strike guna pencegahan tindak pidana terorisme. Hal tersebut bertujuan demi pengamanan yang optimal pada proses pemilu nantinya.
Listyo Sigit Prabowo selaku Kapolri secara tegas mengatakan bahwa polarisasi masyarakat dalam kontestasi politik tidak boleh lagi terjadi. Sigit berharap seluruh pihak dapat mengambil pelajaran dari polarisasi yang terjadi pada Pemilu 2019, yang imbasnya dinilai terasa hingga saat ini.
Mantan Kapolda Banten tersebut juga menggambarkan kondisi yang akan dihadapi selama proses pemilu dan pemilihan serentak 2024, di mana pemilih sangat banyak, waktu pemilihan yang berdekatan, rentang wilayah pemilihan yang luas serta kondisi geografis yang amat beragam. Sehngga potensi kerawasan juga bermacam-macam mulai dari penyelenggara pemilu yang mengalami kelelahan, tidak sampainya logistik pemilu ke seluruh lokasi TPS hingga polarisasi dan perpecahan.
Listyo juga berupaya menangkal terorisme jelang hingga penyelenggara pemilu 2024 dengan menggunakan metode soft hingga hard approach. Soft approach sendiri merupakan pendekatan lunak, sedangkan hard approach adalah upaya tindakan hukum seperti penyergapan dan penangkapan. Metode tersebut pernah dilakukan saat pengamanan event internasional seperti KTT ASEAN dan G20.
Metode tersebut digunakan agar sesuai dengan arahan presiden RI Joko Widodo, di mana Jokowi menginginkan pelaksanaan pemilu berjalan dengan aman dan tidak terjadi letupan dalam bentuk apapun. Sehingga pada tahun pemilu tentu saja metode tersebut bisa digunakan.
Kapolri juga menekankan pentingnya pembinaan kepada mantan napi bersama pihak-pihak terkait. Hal tersebut perlu dilakukan guna mencegah aksi terorisme agar tidak mengganggu proses pemilu 2024. Dalam melakukan pendekatan serta pembinaan terhadap mantan napiter tentu saja Polri membutuhkan kerjasama dengan tokoh agama untuk terus melakukan langkah-langkah moderasi. Sehingga paham tersebut bisa dicegah agar tidak mengarah ke aksi-aksi yang mengganggu jalannya pemilu.
Hal senada juga disampaikan oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono. Menurutnya, kerjasama antara TNI-Polri hingga saat ini terus kompak terlebih jelang Pemilu 2024 mendatang. Pihaknya juga mengaku akan terus bersinergi guna mendukung keamanan selama menjelang dan penyelenggaraan pemilu 2024.
Sementara itu Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam), Polri memberikan perhatian khusus terhadap delapan isu yang dapat memicu gangguan keamanan saat pelaksanaan Pemilu 2024. Salah satu diantaranya yakni isu terorisme.
Brigjen Yuda Gustawan selaku Direktur Politik Baintelkam mengatakan, potensi ganggauan keamanan akibat aksi teror dimungkinkan masih akan muncul jelang maupun saat pemilu 2024. Bahkan pada Desember 2022, Polsek Astana Anyar Bandung juga mendapatkan aksi teror bunuh diri, di mana hal ini menjadi kewaspadaan tersendiri bahwasanya pelaku teror masih ada.
Sebelumnya, Wawan Hari Purwanto selaku pengamat terorisme menyebutkan bahwa sebanyak 85 persen generasi milenial di Indonesia rentan terpapar radikalisme. Menurutnya 85 persen anak muda ini bisa terjerat paham radikalisme yang saat ini justru banyak tersebar melalui media sosial.
Menurutnya, media sosial memang telah dianggap menjadi salah satu inkubator radikalisme. Khususnya radikalisme yang menyasar kaum muda, baik kaum muda intelektual maupun kaum muda biasa. Kondisi ini tentu saja harus menjadi perhatian semua pihak, apalagi angka 85% bukanlah angka yang sedikit. Hal ini tentu akan menjadi ancaman tersendiri bagi Indonesia di masa depan. Padahal jumlah pemilih dari kalangan milenial sangatlah banyak.
Hal ini tentu saja membutuhkan tindakan konkrit dari aparat keamanan supaya ideologi radikal mampu diredam dan tidak sampai terimplementasi menjadi aksi yang merugikan banyak pihak. Generasi muda harusnya dapat berpikir kritis dan siap untuk memperkokoh nilai pancasila, bukan lantas terjebak oleh ideologi yang bertentangan terhadap nilai pancasila.
Gerakan radikal sangat mungkin muncul jelang pemilu, apalagi jika melihat data yang disampaikan, dimana generasi milenial sudah banyak yang terpapar paham radikal. Sehingga sangat penting sekali bagi aparat keamanan untuk terlibat dalam pengawasan diruang digital yang banyak diakses oleh anak muda khususnya generasi milenial.
Keamanan dalam penyelenggaraan pemilu adalah hal mutlak guna menjaga marwah demokrasi. POLRI, TNI, BIN serta seluruh pihak yang terlibat dalam pemilu 2024 harus terlibat dalam upaya pengamanan pemilu demi terwujudnya pesta demokrasi yang aman, damai serta berintegritas.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute
Posting Komentar untuk "Aparat Keamanan Optimal Cegah Terorisme dan Radikalisme Jelang Pemilu 2024"